SMP, Guru-guru, dan Ceceran Kenangan lainnya

Beberapa hari lalu saya diundang masuk ke WAG alumni SMP. Banyak nama yang tidak saya kenal dan tak mengenal saya, karena memang saya tak begitu luwes bergaul ketika SMP. Meskipun juga beberapa nama masih saya ingat. Senang juga sih, ketemu dengan banyak teman yang sudah tidak kontak selama puluhan tahun. Juga melihat mereka sudah bekerja di berbagai bidang menjadi hal yang menyenangkan.

Ingatan saya melayang ke 17 tahun lalu, periode 1999-2002. Saya tiba-tiba mengingat guru-guru saya di SMP.

SMP adalah masa-masa yang menegangkan bagi saya. Terlalu banyak ketegangan yang saya alami di waktu SMP. Saya berasal dari SD kecil di Kecamatan Cibitung di pinggir Kali Malang. Kemudian saya masuk ke salah satu SMP Favorit di Kecamatan Tambun, SMPN 1 Tambun (kemudian menjadi SMPN 1 Tambun Selatan). Jelas saja banyak yang berbeda. Meskipun hanya berbeda 1 kecamatan saja, awalnya saya merasa terasing. Mungkin perasaan anak kecil yang tiba-tiba harus “agak jauh” (faktanya tidak jauh) bersekolah, naik dua kali angkutan umum. Juga perasaan, wah ini banyak anak yang pintar, dari SD yang lebih bagus. Apa saya bisa bertahan di sini?. Mungkin saja sih perasaan itu berlebihan. Hanya mental saya, dulu, memang kurang oke. Sering tegang-tegang sendiri.

Kelas satu wali kelas saya Bu Uum. Guru Biologi, urang sunda, cerewet, tapi baik sekali ke saya. Di kelas satu ini saya “anggaplah” berprestasi, bisa peringkat pertama. Dalam situasi yang “tegang” saya ternyata belajar lumayan baik. Jujur, saya tidak menikmati proses belajar. Belajar terasa membebani. Beruntung “otot” belajar ketika SD dikokohkan oleh ibu dan bapak, yang juga guru. Setiap malam saya harus duduk diam belajar selama beberapa jam. Tapi saya baru sadar setelah beberapa tahun kemudian. Pola belajar drilling ini tidak bermakna. Saya hanya mahir mengerjakan soal ketika ujian saja. Setelah itu wassalam. Saya tidak tahu apa manfaat belajar, apa manfaat soal-soal itu. Dan karena banyak pilihan ganda, saya selalu terfokus pada jawaban yang sudah disediakan.

Saya lebih banyak ingat guru di kelas satu. Entah mengapa. Saya masih ingat Bu Suhanik guru Bahasa Indonesia (saya belajar banyak menulis rapi, belajar beragam majas, dan mengarang. Sosok guru yang sangat disiplin. Setiap mengarang di kertas polio bergaris harus digaris kanan dan kiri), Pak Supriyadi Guru Fisika (yang menjitak kepala saya dan saya kesal sekali), Bu Novi Guru Ekonomi yang baik, Bu Elsye Guru Geografi, Pak Yudi (saya ingat harus dapat tanda tangan dan cepat-cepatan mengerjakan soal, ketika itu nilai bahasa Inggris saya bagus terus), Pak Adnan Guru Sejarah (yang saya ingat Pithecantropus Paleo Javanicus), Bu Iis Guru Bahasa Sunda (nilai saya bagus karena ibu saya Guru Bahasa Sunda juga di SD), Bu Ravena Guru Kesenian (bisa main seruling. Haha) dan guru lainnya. Kelas satu berjalan dengan baik.

Di kelas dua (2H) wali kelas saya Pak Adang, Guru PPKn. Saya ingat kata-kata dari undang-undang dasar 1945 (yang belum diamandemen) yang selalu beliau ulang, Presiden memiliki kekuasaan yang tidak tak terbatas. Belakangan saya masuk jurusan PPKn dan jadi guru PPKn beberapa tahun. Hehe. Kenangan buruknya di kelas 2 adalah saya mendapat nilai 5 di pelajaran Sejarah, pelajaran yang paling saya sukai. Ibu saya protes. Nilainya berubah menjadi 6. Haha. Kesal sekali. Nilai saya juga turun, meski masih sepuluh besar. Peringkat satu lepas. Karena memang dari awal kelas 2 motivasi belajar saya turun. Saya kehilangan semangat. Saya bertanya, sebetulnya belajar ini untuk apa?. Kok saya mati-matian belajar. Haha. Saya kehilangan makna belajar. Merasa, ngapain harus belajar? Berat sekali pikiran-pikiran yang menggelayut waktu itu. Malas belajar karena kehilangan makna. Haha. Hingga ujungnya, saya tidak masuk ke kelas unggulan, kelas 3A dan 3N. Sedih sih ketika itu. Tapi ternyata itu memang yang terbaik. Duh. Duh. Saya jadi punya perspektif lain soal belajar.

Di kelas tiga saya ketemu ibu Asmarina Atma, Guru Matematika yang sangat baik hati. Di kelas 3I motivasi belajar saya meningkat kembali. Saya menemukan makna belajar. Saya relatif tidak tegang di kelas. Jujur selama tiga tahun di SMP, belajar bukan sesuatu yang menyenangkan. Tapi di kelas tiga saya relatif bisa menikmati proses belajar. Dan, aha, saya tahu tujuan hidup saya. Dulu saya bercita-cita belajar agama, mau jadi guru ngaji ceritanya. Saya ingin masuk pesantren. Saya mulai baca-baca buku agama. Beli Sabili dan Annida. Mengidolakan Osama Bin Laden dan menempel posternya bersebelahan dengan poster pemain Inter Milan. Meskipun belakangan setelah mesantren saya sadar, ternyata Majalah Sabili tidak tepat buat saya. Haha. Orientasi itu, belajar di pesantren, membuat saya bersemangat. Nilai UN saya tidak besar dan tidak kecil. Kalau mau nekat mungkin cukup masuk ke SMA di Kota Bekasi. Tapi kalau mau masuk SMA N 1 Tambun, di mana teman-teman banyak yang melanjutkan ke sana, juga cukup. Banyak juga teman-teman yang melanjutkan ke SMK Negeri. Tapi tekad sudah bulat. Pesantren adalah impian saya. Ketika yang lain sibuk mencari sekolah. Saya sudah tahu apa yang saya mau. Itulah titik di mana saya relatif tahu apa yang saya inginkan. Meskipun belakangan, saya tak menjadi kyai, ustad atau guru ngaji, begitu banyak pembelajaran hidup yang saya dapatkan di pesantren.

SMP saya sangat disiplin. Ada dua figur utama yang menjadi penegak disiplin Pak Supringadi dan Pak Slamet. Duet ini sangat membawa pengaruh besar terhadap soal-soal kedisiplinan. Sepatu warior, kaos kaki putih dan hitam, datang tepat waktu, upacara pakai topi adalah perkara yang tidak dapat ditawar. Jika melanggar sanksinya begitu keras. Saya ingat sosok Pak Mustar, di novel Sang Pemimpi, yang menegakkan disiplin tanpa tedeng aling-aling. Sehabis upacara pasti ada parade penegakkan disiplin bagi para pelanggar. Bagi mereka yang tak pakai topi, salah sepatu, terlambat, ikut tawuran, bolos, dsb siap-siap menerima hukuman. Sekolah menjadi sangat disiplin karena pengawasan menyeluruh kedua Bapak ini. Tegang rasanya kalau tidak bawa atribut. Saya sendiri siswa yang cukup baik. Tak punya catatan di BP (BK) dan selalu tertib. Hanya saja pernah di kelas 3 I ketika saya menjadi ketua kelas ketika ada tambahan pelajaran Geografi, hampir satu kelas tidak masuk. Hal tsb membuat kami dihukum Bu, Elsye. Saya malu sekali ketika itu. Hehe. Tapi ternyata, sekolah yang lurus-lurus saja ternyata tak menyenangkan-menyenangkan banget. Hehe.

Ada dua guru lagi yang sangat berkesan bagi saya. Pak Ujang Subur guru olahraga dan Pencak silat. Pak Guntur Guru Elektro. Setiap istirahat saya pergi ke masjid untuk shalat duha. Demikian setiap dzhur. Saya selalu ikut berjamaah. Bukan karena saya anak shaleh. Bukan. Alasannya tidak masuk akal. Saya sangat pemalu, sehingga untuk jajan saja saya malu. Hahaha. Saya ingat, hanya beberapa kali jajan ke kantin. Jadi saya tidak pernah ingat siapa saja pedagang di kantin. Akibatnya uang jajan saya selalu utuh dan bisa untuk beli komik dan beli koran. Pak Ujang dan Pak Guntur setiap istirahat ada di masjid dan mengajak kita untuk shalat duha. Kata mereka, shalat sunnah ini sangat bagus, jangan ditinggalkan sampai kapanpun.

Oya, saya juga ingat sosok babeh sang penjaga gerbang yang sangat baik hati.

Hal yang saya sesali adalah kurang bergaulnya saya. Haha. Karena saya hanya pergi sekolah dan pulang sekolah tepat waktu. Mengerjakan PR, kadang dengan kesal, dan mengumpulkannya. Tidak aktif di kelas dan tak mengenal guru-guru, kecuali beberapa, dengan baik. Bicara soal guru, masih banyak guru-guru lain. Juga kenangan yang menyertainya. Kenangan baik dan kenangan kurang baik. Didikan mereka, bagaimanapun kekurangannya, berkontribusi membentuk diri saya hari ini. Hari-hari panjang di SMP (juga liburan panjang ketika Ramadan, karena Kebijakan Presiden Gus Dur) masih membekas dalam ingatan. Semoga para guru selalu mendapat lindungan dari Yang Mahakuasa mendapatkan hidup yang menyenangkan. Untuk yang sudah meninggal, semoga amal baik mereka membawa mereka ke surga. Terima kasih Bapak, Ibu. Jasa Bapak-Ibu luar biasa. Tabik.

NB: Ada WAG Almumni SMP tahun 2002. Yang mau bergabung, mangga klik:

https://chat.whatsapp.com/FczExrCIFqg4Seoa6wxhDN

Published by anggiafriansyah

Terlahir dengan nama Anggi Afriansyah, biasa dipanggil Anggi. Sekolah Dasar di SDN Anggrek Cibitung lulus pada tahun 1999; SMP di SMP Negeri 1 Tambun, Bekasi lulus pada tahun 2002; nyantri di Ponpes Cipasung Tasikmalaya sambil Sekolah di MAN Cipasung lulus pada tahun 2005; S1 di Jurusan Ilmu Sosial Politik Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Universitas Negeri Jakarta lulus tahun 2009, setelah itu melanjutkan S2 di Departemen Sosiologi Universitas Indonesia lulus pada tahun 2014. Sedikit punya pengalaman organisasi sebagi Bendahara Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri Ranting MAN Cipasung, Tasikmalaya (Periode 2003-2004); Kepala Biro Rohani HMJ Ilmu Sosial Politik (Periode 2006-2007); Bergabung di HIMNAS PKn namun tidak terlalu aktif, Kemudian aktif di Pusat Kajian dan Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (PKPIS) FIS UNJ (2008-2011). Setelah lulus sambil kuliah S2 mendapat kesempatan menjadi Asisten Dosen di Prodi IPS FIS UNJ mengampu Mata Kuliah Dasar-dasar Ilmu Politik (2010-2011), dan menjadi Pengajar di Akademi Kebidanan Prima Indonesia, Mengampu Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (2011). Pernah menjadi Tentor di Salemba Grup untuk Persiapan SIMAK UI, Mengajar Sosiologi (2012). Pada tahun 2012 mendapat kesempatan yang luar biasa, menjadi Guru PKn selama dua tahun di SMAI Al Izhar Pondok Labu (2012-2014). Tahun 2014 mengajar Mata Kuliah Umum (MKU) Pendidikan Pancasila dan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Universitas Negeri Jakarta, Psikologi Sosial di STKIP Kusuma Negara, dan HAM di Universitas Terbuka. Sesekali terlibat kegiatan penelitian di Kemendikbud mulai tahun 2009. Pada tahun 2014 selama beberapa bulan aktif membantu di Unit Implementasi Kurikulum Kemdikbud. Awal tahun 2015 diterima di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI sebagai peneliti bidang Sosiologi Pendidikan dan terlibat penelitian di bidang Ketenagakerjaan. Sampai saat ini masih berusaha menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Ingin jadi peneliti, penulis, dan pengajar sukses (aamiin). Di Blog ini menulis apapun secara random yang mudah-mudahan bermanfaat bagi diri sendiri dan para pembaca. Selamat membaca, Salam Anggi Afriansyah

Leave a comment